Minggu, 30 Mei 2010

SISTEM MULTIPARTAI DI INDONESIA

SISTEM MULTIPARTAI DI INDONESIA

Oleh :

NABELLA PUSPA RANI

 

            Sejak negara didirikan pada tahun 1945 telah ditetapkan bahwa dasar dan ideology negara kita adalah Pancasila. Latar belakang dan konsekuensi kedudukan pancasila sebagai dasar dan ideology negara dapat dilihat dari sekurang-kurangnya tiga aspek politik, filosofis, dan yuridis. Dari aspek politik, Pancasila dapat dipandang sebagai modus Vivendi atau kesepakatan leluhur yang mepersatukan semua ikatan primordial kedalam satu bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia yang sangat luas dan majemuk dalam prinsip persatuan. Dari sudut filosofis, pancasila merupakan dasar keyakinan tentang masyarakat yang dicita-citakan serta dasar bagi penyelenggaraan negara yang dikristalisasikan dari nilai-nilai yang telah tumbuh dan berkembang serta berakar jauh dari kehidupan leluhur atau nenek moyang bangsa Indonesia. Dari sudut hukum, pancasila menjadi cita hukum yang harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, setiap hukum yang lahir di Indonesia harus berdasar pada pancasila dengan memuat konstitensi isi mulai dari yang paling atas sampai yang paling rendah hierarkinya. (Mahfud.MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta:2009, Hal. 51-52.)

            Seperti yang dinyatakan oleh Hans Nawiasky, salah seorang murid dari Hans Kelsen, mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam kaitannya dengan suatu negara. Hans Nawiasky dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Rechtslehre mengemukakan bahwa sesuai dengan teori Hans Kelsen suatu norma hukum dari negara mana pun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, dimana norma yang di bawah berlaku, berdasar, dan bersumber pada norma yang lebih tinggi, sampai pada suatu norma yang tertinggi yang disebut norma dasar. (Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan dasar-dasar dan pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta:1998, Hal. 27.)

           

            Dalam kaitan dengan politik pembangunan hukum maka Pancasila yang dimaksudkan sebagai dasar pencapaian tujuan negara melahirkan kaidah-kaidah penuntun hukum, yaitu :

            Pertama, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah bertujuan membangun dan menjamin integrasi negara dan bangsa Indonesia baik secara teritori maupun secara ideology. Hukum-hukum di Indonesia tidak boleh memuat isi yang berpotensi (menyebabkan) terjadinya disintegrasi wilayah maupun ideology karena hal itu bertentangan dengan tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia yang terikat dalam persatuan.

            Kedua, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah didasarkan pada demokrasi dan nomokrasi sekaligus. Demokrasi yang menjadi dasar politik (kerakyatan) menghendaki pembuatan hukum berdasar kesepakatan rakyat atau wakil-wakilnya yang dipilih secara sah baik melalui kesepakatan aklamasi maupun berdasar kesepakatan rakyat atau wakil-wakilnya yang dipilih secara sah.

            Ketiga, hukum yang dibuat di Indonesia harus ditujukan untuk membangun keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dari penuntun yang demikian maka tidak dibenarkan muncul hukum-hukum yang mendorong atau membiarkan terjadinya jurang social ekonomi karena eksploitasi oleh yang kuat terhadap yang lemah tanpa perlindungan negara.

            Keempat, hukum yang dibuat di Indonesia haruslah didasarkan pada toleransi beragama yang berkeadaban yakni hukum yang tidak mengistimewakan atau mendiskriminasi kelompok tertentu berdasar besar atau kecilnya pemelukan agama.

            Sementara itu, UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia, secara keseluruhan mengatur rambu-rambu pokok untuk mengelaborasi empat kaidah penuntun hukum pancasila, yaitu:

1.      Semua peraturan perundang-undangan harus menjamin integrasi atau keutuhan ideology dan teritori negara dan bangsa Indonesia;

2.      Negara harus diselenggarakan dalam keseimbangan antara prinsip demokrasi dan nomokrasi. Dalam pasal 1 (satu) ayat 2 (dua) UUD 1945 yang menegaskan prinsip demokrasi (kedaulatan berada ditangan rakyat) dan pasal 1 (satu) ayat 3 (tiga) UUD 1945 yang menegaskan prinsip nomokrasi (Indonesia adalah negara hukum);

3.      Negara harus menjamin keadilan social;

4.      Negara harus menjamin tegaknya toleransi beragama yang berkeadaban;

Selain itu, UUD 1945 mengatur HAM dalam 7 (tujuh) pasal, yaitu pasal-pasal yang langsung berbicara mengenai hak-hak asasi. Ketujuh pasal tersebut adalah pasal 27 tentang persamaan dalam hukum dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pasal 28 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran secara lisan ataupun tulisan, pasal 29 tentang kemerdekaan untuk memeluk agama , pasal 31 tentang hak untuk mendapat pengajaran, pasal 32 perlindungan yang bersifat kulturil, pasal 33 tentang hak-hak ekonomi, dan pasal 34 tentang kesejahteraan social.

Kebebasan berserikat atau freedom of association adalah kebebasan untuk mendirikan partai politik. Pengakuan terhadap partai tersebut oleh Pemerintah tidak boleh diakitkan dengan program partai tersebut yang akan mendukung pemerintah atau tidak. Jadi partai tersebut bebeas untuk menentukan sikapnya apakah dia akan beroposisi kepada pemerintah atau akan menjadi pendukung yang setia. Dan adalah bertentangan dengan hak-hak asasi melarang berdirinya partai politik baru, kecuali bagi partai politik yang menghancurkan sifat demokratis negara itu sendiri. Bagi pemerintah semua partai adalah sama, baik besar maupun kecil. Tidak boleh pemerintah bersikap membedakan partai yang ada, walaupun partai tersebut adalah partai oposisi.

Kehidupan partai tidak akan cerah manakala tidak ada kebebasan untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Partisipasi partai dan rakyat terhadap kegiatan pemerintah tergantung banyak sejauh manakah kedua kebebasan tersebut ada pada rakyat. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah untuk melaksanakan pemilihan umum. Sebagai warganegara maka salah satu haknya dalam bidang politik yang terpenting adalah hak untuk memilih siapakah wakilnya itulah yang menjalankan kedaulatan yang dipunyainya.

Dilihat dari sudut kelompok warganegara yang tergabung dalam suatu organisasi partai politik, maka pemilihan umum itu sangat besar artinya bagi suatu partai politik, karena dengan pemilihan umum itu mereka dapat mengetahui seberapa besar sesungguhnya para pendukung. Dan apabila terbuka bagi mereka untuk menang, maka pemilihan umum itu adalah suatu media untuk menjalankan programnya.

Era demokrasi liberal menyumbangkan satu peristiwa penting dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Peristiwa tersebut adalah Pemilu 1955, di mana pemilu ini dikenal sebagai pemilu pertama yang paling demokratis dan sangat berbeda dengan pemilu pada zaman setelah Presiden RI pertama, Soekarno, memerintah, yaitu zaman Orde Baru. Sistem multi partai menjadi ciri khas dari Pemilu 1955 ini, berbeda dengan sistem yang berlaku pada setiap pemilu di era Orde Baru  di mana saat itu terdapat 2 (dua) partai politik dan 1 (satu) golongan karya.

Sistem multi partai disamping mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di   dunia politik Indonesia, juga memicu terjadinya konflik antarpartai pada saat ini. Pengaruh partai politik pada saat ini sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu kabinet pemerintahan. Sering dilakukannya pergantian kabinet merupakan dampak dari konflik antar partai yang sering terjadi, dan inilah realitas politik yang sesungguhnya.

Pada kenyataannya  peranan setiap partai dalam menyalurkan aspirasi pendukung masing-masing, dihadapkan kepada dua pilihan, yaitu berusaha untuk menggabungkan kepentingan-kepentingan dari seluruh partai atau memperjuangkan kepentingan masing-masing dimana konsekuensinya adalah terjadinya banyak konflik antar partai. Ideologi dari masing-masing partai yang sangat mempengaruhi jenis kepentingan yang mereka perjuangkan terkadang menjadi alat untuk saling menjatuhkan.

Sistem multi partai memang menjadi ciri khas dari sistem pemerintahan parlementer di era Demokrasi Liberal. Saat itu, peran partai politik dalam mempengaruhi situasi politik nasional sangat menonjol. Baik tidaknya pengaruh yang diberikan oleh partai politik terhadap situasi nasional tergantung bagaimana partai politik tersebut menjalankan fungsinya sebagai sebuah partai politik.

 

Pasal yang terkait dalam UUD 1945 :

Pasal 28 “ kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan seabgainya ditetapkan dengan undang-undang”

 

Pasal-pasal yang terkait dalam UU nomor 39 Tahun 1990 tentang HAM :

 

Pasal 23

(1)   Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya

(2)   Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan/atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pasal 24

(1)   Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai

(2)   Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Asal 34

(1)   Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan perasamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)   Setiap warga negara berhak turu serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

(3)   Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.

PRO                :

-          Prinsip demokrasi (pemerintahan oleh rakyat = aspirasi)

-          Tidak cukup hanya dengan satu partai politik

-          Masyarakat majemuk/plural

-          Mencegah disintegrasi bangsa

-          Jaminan konstitusi (freedom of speech)

-          Memberikan peluang regenerasi/kaderisasi

-          Pancasila (asas tunggal = orba)

-          Seleksi alamiah yang akan menyeleksi partai politik (persaingan sehat)

-          Menciptakan masyarakat yang lebih jelas

 

KONTRA       :

-          Memicu gerakan kepentingan kelompok dan golongan

-          Timbulnya disintegrasi bangsa

-          Demokrasi tidak hanya dapat diwujudkan dengan multipartai

-          Pemborosan anggaran

-          Membingungkan masyarakat pemilih

-          Menyulitkan teknis pelaksanaan pemilu (kertas suara besar, bilik suara kecil)

-          Menciptakan masyarakat yang lebih kritis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar